Ironi New Normal Para Penyedia Internet

Informasi42 Dilihat

Rangkumnews.com — Industri telekomunikasi ternyata tak semua mendulang untung dari pandemi corona yang membuat banyak orang bergantung pada layanan internet ini.

Alih-alih mendulang untung, sebagian besar para penyedia jasa internet (Internet Service Provider/ ISP) mengaku merugi. ISP ini pada umumnya menyediakan layanan internet lewat kabel, bukan lewat jaringan selular.

Terutama ISP yang mengandalkan pelanggan korporat. Sebab, di kala pandemi seperti ini banyak kantor yang melakukan pekerjaan dari rumah. Di sisi lain, operator seluler mengaku mendapat kenaikan pemakaian internet dan pertumbuhan pengguna.

Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) mengeluh anggota asosiasinya mengalami potensi kerugian hingga Rp264 miliar.Angka ini didapat dari studi Apjatel yang dilakukan pada Maret 2020.

Seiring dengan rencana berakhirnya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan jelang era normal baru (new normal) para penyedia layanan berharap kondisi ini bisa memperbaiki keadaan.

New Normal sendiri juga bisa diartikan sebagai penyesuaian pola hidup normal ditambah dengan penerapan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Sebab menurut Sekjen Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI)  Marwan Baasir
pencabutan PSBB kemungkinan tidak sekaligus membuat aktivitas masyarakat kembali seperti sedia kala.

Sebab, kemungkinan perkantoran masih akan melakukan kombinasi antara sebagian bekerja dari rumah dan dari kantor.

“Traffic mobile mungkin akan terurai dari perkantoran dan residensial, penggunaan media daring juga masih lumayan tinggi,” tuturnya saat dihubungi, Rabu (20/5).

Sementara Apjatel berharap era new normal bisa kembali membangkitkan bisnis mereka.

“Kita pasti berharap market segera normal, tapi kita tahu itu pasti butuh waktu,” jelas Ketua Umum Apjatel Muhammad Arif saat dihubungi terpisah.

Meski demikian, Arif memperkirakan pasar korporasi bakal sulit tumbuh, “flat atau turun sedikit,” tuturnya.

“Kalau konsumen retail, 6 bulan sampe awal tahun depan saya rasa masih sama, masih meningkat trennya. Tetapi tidak secepat bulan-bulan lalu.”

Untuk itu Arif menyarankan agar para pemain ISP untuk melakukan kolaborasi untuk meningkatkan segmen pasar.

Tak mampu bertahan lama

Warga binaan berbincang dengan keluarganya melalui fasilitas panggilan video di ruang penjengukan Rutan Kelas IIB Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (18/3/2020). Untuk mencegah penyebaran COVID-19, pihak Rutan Kelas IIB Temanggung meniadakan waktu kunjungan dan menggantinya dengan panggilan video menggunakan perangkat komputer bagi warga binaan. FOTO ANTARA/Anis Efizudin/wsj.Ilustrasi. Warga binaan berbincang dengan keluarganya melalui fasilitas panggilan video di ruang penjengukan Rutan Kelas IIB Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (18/3/2020). Untuk mencegah penyebaran COVID-19, pihak Rutan Kelas IIB Temanggung meniadakan waktu kunjungan dan menggantinya dengan panggilan video menggunakan perangkat komputer bagi warga binaan. FOTO (ANTARA/Anis Efizudin/wsj)

Sebab, berdasarkan studi APJATEL diperkirakan 48 persen ISP asosiasi itu tak akan bisa bertahan dalam waktu 6 bulan ke depan. Sementara, 12 persen di antaranya tak dapat bertahan dalam 3 bulan ke depan.

Ketua Umum Apjatel mengatakan ketidakmampuan ISP bertahan ini disebabkan oleh tersendatnya arus kas (cashflow) akibat Pandemi Covid-19. Pembatasan Sektor Berskala Besar (PSBB) akibat Covid-19 mengakibatkan 84 persen pelanggan korporat menunda pembayaran, 76 persen menurunkan kapasitas, 80 persen menghentikan layanan.

“Tak bertahan ini bisa tutup sementara, tak bankrut total. Karena secara cashflow tersendat, karena banyaknya tagihan yang masih tertahan di luar,” ujar Arif kepada CNNIndonesia.com, Selasa (19/5).

Arif mengatakan terganggunya keuangan ini membuat perusahaan ISP harus mengurangi pengeluaran operasional besar-besaran.

“Pengurangan Opex ada banyak, pengurangan karyawan,  gaji, bayar sewa kantor, bayar listrik, cicilan, bayar vendor, bayar bandwidth, bayar maintenance jaringan, semua yang sifatnya rutin,” tutur Arif.

Oleh karena itu Arif meminta penundaan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi (BHP TEL) dan Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal/ Universal Service Obligation (USO) untuk menjaga arus kas perusahaan.

Menkominfo Johnny G. Plate telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kominfo No. 3 tahun 2020 tertanggal 30 April 2020 mengenai Jatuh tempo pembayaran Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi dan Kontribusi USO.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *